delpos.co.id- Mateng : Pemeriksaan klarifikasi terhadap 15 mantan kepala desa (Kades) di Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) masih bergulir.
15 mantan kades di periksa terkait pengeloaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang diduga bermasalah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat dan aduan masyarakat. Pemeriksaan itu memantik komentari dari warga Kabupaten Mamuju Tengah.
Salah seorang dari Lembaga Investigasi Negara (LIN) yang tidak mau disebutkan namanya, menilai seharusnya seluruh kades di Mamuju Tengah dilakukan pemeriksaan terkait pengelolaan ADD.“Jadi bukan hanya 15 mantan kades saja yang diperiksa. Tapi semua kades di Mamuju Tengah. Karena semua kades mengelola ADD, untuk itu kami minta tim inspektorat di Kabupaten Mamuju Tengah melakukan audit serentak terhadap penggunaan Dana Desa (DDS) di Mateng,” ujar LIN, Rabu 26/2/25.
LIN mencontohkan pengelolaan ADD di Desa Sejati Tobadak 8 diduga bermasalah karna tidak sesuai dengan Laporan Pertanggungjawaban (LPj). Untuk itu, LIN meminta Inspektorat Mamuju Tengah turut memeriksa kades lainnya.
LIN juga menyarankan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun memeriksa hasil pekerjaan pada kades pengelola ADD se-Kabupaten Mamuju Tengah.
“Saran ini kami maksudkan agar pengelolaan ADD lebih transparan di masa mendatang dan menghindari dugaan praktik korupsi,” jelasnya.
Padahal, kata LIN jika tim inspektorat proaktif melakukan audit keseluruhan, maka ketahuan siapa-siapa oknum Kades yang diduga menyalahgunakan DDS, ketahuan dari audit anggaran, kesesuaian alokasi anggaran, dan fisik di lapangan serta Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) masing-masing desa.
Perlu diketahui, sejak 2015 hingga 2025, total Dana Desa yang telah digulirkan mencapai Rp.679,93 triliun. Anggaran ini didistribusikan ke lebih dari 74.000 desa di seluruh Indonesia, termasuk di Mateng untuk pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, bantuan sosial, dan program kesejahteraan masyarakat desa.
Besaran DDS tiap desa bervariatif, namun rata-rata desa menerima DDS sekitar Rp.800 juta hingga Rp.1.5 miliar sesuai kondisi tiap desa, dan disalurkan langsung dari pemerintah pusat ke seluruh desa.
Peruntukan Dana Desa lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dana ini digunakan untuk mendukung pembangunan desa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi kemiskinan.
Namun, di lapangan diduga banyak oknum Kades yang menyalahgunakan DDS.
Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sering kali disalahgunakan oleh oknum tertentu. Berikut adalah beberapa bentuk penyalahgunaan yang sering terjadi:
1. Mark-up Anggaran (Penggelembungan Biaya)
Harga bahan bangunan, alat, atau proyek desa dibuat lebih tinggi dari harga pasar untuk mengambil keuntungan pribadi.
2. Proyek Fiktif
Pembangunan atau program yang dilaporkan dalam APBDes masuk dalam laporan kegiatan/program, tetapi tidak pernah direalisasikan alias fiktif
3. Pemotongan Dana oleh Oknum Aparat Desa
Sebagian dana ditahan oleh kepala desa atau perangkat desa untuk kepentingan pribadi. Contoh: BLT Dana Desa sebesar Rp.300 ribu per bulan hanya diberikan Rp.200 ribu kepada warga dengan alasan tertentu.
4. Penggunaan untuk Kepentingan Pribadi atau Politik
Dana desa dipakai untuk kepentingan pribadi, seperti membeli kendaraan, rumah, atau membiayai kampanye politik kepala desa.
Contoh: Dana desa digunakan untuk mendukung salah satu calon dalam pemilihan kepala desa atau pemilu.
5. Manipulasi Data Penerima Manfaat
BLT Dana Desa diberikan kepada keluarga atau kerabat kepala desa yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan.
Contoh: Orang kaya atau pejabat desa menerima bantuan, sementara warga miskin yang berhak justru tidak mendapatkannya.
6. Laporan Keuangan Palsu
Dokumen pertanggungjawaban keuangan dipalsukan agar seolah-olah dana sudah digunakan sesuai peraturan.
Contoh: Nota dan kwitansi pembelian barang dipalsukan dengan nilai yang lebih tinggi dari harga sebenarnya.
7. Pemerasan atau Setoran Wajib dari Aparat Desa ke Atasan
Kepala desa dipaksa memberikan setoran kepada pejabat di tingkat kecamatan atau kabupaten agar tidak diperiksa atau mendapat jabatan tertentu.
8. Penyalahgunaan Dana dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Tender proyek desa dimenangkan oleh perusahaan atau orang dekat kepala desa tanpa proses lelang yang benar.
Contoh: Proyek pengadaan lampu penerangan jalan desa diberikan kepada perusahaan milik saudara kepala desa. (ZUL)
Sumber: MEDIA BAOTA ID.